BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Istilah belajar dan pembelajaran
merupakan suatu istillah yang memiliki keterkaitan yang sanngat erat dan tidak
dapat dipisahkan satu sama lain. Belajar bisa diartikan sebagai suatu proses
perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungannya
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Proses belajar itu terjadi secara
internal dan bersifat pribadi dalam diri peserta didik. Belajar dan
pembelajaran berhubungan sangat erat karena pembelajaran merupakan suatu proses
yang digunakan dalam belajar. Belajar dan pembelajaran juga terjadi secara
bersama-sama dan beriringan. Pembelajaran merupakan suatu aktivitas yang dengan
sengaja untuk memodifikasi berbagai kondisi yang diarahkan pada tercapainya
suatu tujuan yaitu tercapainya tujuan pendidikan.
Untuk membantu terselenggaranya
suatu proses pembelajaran di kelas yang baik, diperlukan adanya suatu teori
belajar. Penggunaan teori belajar yang salah akan mengakibatkan terjadinya
hambatan dalam proses pembelajaran. Penerapan teori belajar di kelas
membutuhkan pemahaman yag mendalam terhadap teori tersebut dan rasa senang
untuk menggunakan dan mengembangknnya secara tepat guna dengan kondisi di
Indonesia.
Banyak teori belajar yang dapat
digunakan para guru untuk berbagai keperluan belajar dan proses pembelajaran,
antara lain teori pembelajaran behavioristik, kognitif, dan humanistik. Setiap
teori belajar mempunyai tokoh- tokoh penting yang berbeda- beda. Seperti pada
teori belajar humanistik, terdapat tokoh- tokoh penting secara teoritik, antara
lain Arthur W. Combs, Abraham Maslow,
dan Carl Rogers.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa
yang dimaksud dengan teori belajar humanistik?
2.
Siapa
saja tokoh-tokoh ahli teori belajar humanistik?
3.
Bagaimana
temuan tokoh-tokoh humanistik?
4.
Bagaimana
implikasi dan penerapannya dalam pembelajaran di masa kini?
C. Tujuan
1.
Mengetahui
pengertian teori belajar humanistik.
2.
Mengetahui
siapa saja tokoh-tokoh ahli teori humanistik.
3.
Mengetahui
temuan tokoh-tokoh humanistik.
4.
Mengetahui
implikasi dan penerapannya dalam pembelajaran di masa kini.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Teori Humanistik
Dalam teori humanistik lebih
melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia. Pendekatan ini melihat
kejadian yaitu bagaimana dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif.
Kemampuan positif ini yang disebut sebagai potensi manusia dan para pendidik
yang beraliran humanisme biasanya menfokuskan pengajarannya pada pembangunan
kemampuan yang positif. Kemampuan positif tersebut erat kaitannya dengan
pengembangan emosi positif yang terdapat dalam domain afektif. Emosi merupakan
karateristik yang sangat kuat yang nampak dari para pendidik beraliran
humanisme. Dalam teori
pembelajaran humanistik, belajar merupakan proses yang dimulai dan ditujukan
untuk kepentingan memanusiakan manusia. Dimana memanusiakan manusia di sini berarti mempunyai tujuan untuk mencapai aktualisasi diri, pemahaman diri,
serta realisasi diri orang yang belajar secara optimal.
Menurut Carl Rogers (dalam Imron, 1996)
berpendapat bahwa siswa yang belajar hendaknya tidak dipaksa, melainkan
dibiarkan belajar dengan bebas, juga diharapkan dapat membebaskan dirinya
hingga ia data mengambil keputusan sendiri dan berani bertanggungjawab atas
keputusan-keputusan yang ia ambil atau pilih. Dalam mengembangkan teorinya,
psikologi humanistik sangat memperhatikan tentang dimensi manusia dalam
berhubungan dengan lingkungannya secara manusiawi dengan menitikberatkan pada
kebebasan individu untuk mengungkapkan pendapat dan menentukan pilihannya,
nilai-nilai, tanggung jawab personal, otonomi, tujuan, dan pemaknaan.
Dalam mengembangkan teorinya,
psikologi humanistik sangat memperhatikan tentang dimensi manusia dalam
berhubungan dengan lingkungannya secara manusiawi dengan menitikberatkan pada
kebebasan individu untuk mengungkapkan pendapat dan menentukan pilihannya,
nilai-nilai, tanggung jawab personal, otonomi, tujuan, dan pemaknaan. Dalam hal
ini, Bugental (dalam Sudrajat, 2008) mengemukakan tentang 5 dalil utama dari
psikologi humanistik, yaitu: (1) keberadaan manusia tidak dapat direduksi ke
dalam komponen-komponen; (2) manusia memiliki keunikan tersendiri dalam
berhubungan dengan manusia lainnya; (3) manusia memiliki kesadaran akan dirinya
dalam mengadakan hubungan dengan orang lain; (4) manusia memiliki
pilihan-pilihan dan dapat bertanggung jawab atas pilihan-pilihanya; dan (5)
manusia memiliki kesadaran dan sengaja untuk mencari makna, nilai dan
kreativitas.
Jadi, menurut teori belajar humanistik,
tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap
berhasil jika peserta didik memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Peserta
didik dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai
aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya.
B.
Tokoh-Tokoh Ahli Teori Humanistik
Tokoh penting
dalam teori belajar humanistik secara teoritik antara lain adalah: Arthur W.
Combs, Abraham Maslow, dan Carl Rogers.
1.
Arthur W. Combs
(1912-1999)
Bersama dengan Donald Snygg (1904-1967) mereka
mencurahkan banyak perhatian pada dunia pendidikan. Meaning (makna atau arti) adalah konsep dasar yang sering
digunakan. Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa
memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan
mereka. Anak tidak bisa matematika atau sejarah bukan karena bodoh tetapi
karena mereka enggan dan terpaksa dan merasa sebenarnya tidak ada alasan
penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu sebenarnya tak lain
hanyalah dari ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan
memberikan kepuasan baginya.
Untuk itu guru harus memahami
perlaku siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga
apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau
pandangan siswa yang ada. Perilaku internal membedakan seseorang dari yang
lain. Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi
bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana
mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu. Sehingga
yang penting ialah bagaimana membawa si siswa untuk memperoleh arti bagi
pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan menghubungkannya dengan
kehidupannya.
Tujuan pendidikan humanistik menurut
Combs (dalam Ridlowi, 2009) :
a.
menerima kebutuhan-kebutuhan dan tujuan siswa serta
menciptakan pengalaman dan program untuk perkembangan keunikan potensi siswa
b.
memudahkan aktualisasi diri siswa dan perasaan diri
mampu
c.
memperkuat perolehan ketrampilan dasar
(akademik,pribadi,antarpribadi,komunikasi dan ekonomi)
d.
memutuskan
pendidikan secara pribadi dan penerapannya
e.
mengenal pentingnya perasaan manusia, niali dan
persepsi dalam proses pendidikan
f.
mengembangkan suasana belajar yang menantang dan dapat
dimengerti, mendukung, menyenangkan, serta bebas dari ancaman
g.
mengembangkan siswa masalah ketulusan, respek dan
menghargai orang lain, dan terampil dalam menyelesaiakan konflik.
Combs memberikan lukisan persepsi
diri dan dunia seseorang seperti dua lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik
pusat pada satu. Lingkaran kecil (a) adalah gambaran dari persepsi diri dan
lingkungan besar (b) adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu
dari persepsi diri makin berkurang pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi,
hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu
terlupakan.
2.
Abraham
Maslow (1908-1970)
Abraham Harold Maslow dilahirkan di
Brooklyn, New York, pada tanggal 1 April 1908. Maslow dibesarkan dalam keluarga
Yahudi Rusia dengan orangtua yang tidak mengenyam pendidikan tinggi. Pada masa
kecilnya, ia dikenal sebagai anak yang kurang berkembang dibanding anak lain
sebayanya. Ia mengatakan bahwa dirinya adalah seorang anak Yahudi yang tumbuh
dalam lingkungan yang mayoritas dihuni oleh non Yahudi.
Ia merasa terisolasi dan tidak bahagia pada
masa itu. Ia tumbuh di perpustakaan diantara buku-buku. Ia awalnya berkuliah
umum, namun pada akhirnya, ia memilih untuk mempelajari psikologi dan lulus
dari Universitas Wisconsin. Pada saat ia berkuliah, ia menikah dengan sepupunya
yang bernama Bertha pada bulan Desember 1928 dan bertemu dengan mentor utamanya
yaitu Profesor Harry Harlow. Ia memperoleh gelar bachelor pada 1930, master
pada 1931, dan Ph.D pada 1934. Maslow kemudian memperdalam riset dan
studinya di Universitas Columbia dan masih mendalami subjek yang sama. Di sana
ia bertemu dengan mentornya yang lain yaitu Alfred Adler, salah satu kolega
awal dari Sigmund Freud.
Pada tahun 1937-1951, Maslow memperdalam
ilmunya di Brooklyn College. Di New York, ia bertemu dengan dua mentor lainnya
yaitu Ruth Benedict seorang antropologis, dan Max Wertheimer seorang Gestalt
psikolog, yang ia kagumi secara profesional maupun personal. Kedua orang inilah
yang kemudian menjadi perhatian Maslow dalam mendalami perilaku manusia. Maslow
menjadi pelopor aliran humanistik psikologi yang terbentuk pada sekitar tahun
1950 hingga 1960-an. Ia menghabiskan masa pensiunnya di California, sampai akhirnya
ia meninggal karena serangan jantung pada 8 Juni 1970. Kemudian ia
dianugerahkan gelar Humanist of the Year oleh Asosiasi Humanis Amerika pada
tahun 1967.
Teori Maslow didasarkan pada asumsi
bahwa di dalam diri individu ada dua hal, yaitu : (a) suatu usaha yang positif
untuk berkembang; dan (b)
kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu. Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi lima hierarki, yaitu:
(1) kebutuhan fisiologis,
(2) kebutuhan keamanan dan
keselamatan,
(3) kebutuhan sosial,
(4) kebutuhan penghargaan, dan
(5) kebutuhan aktualisasi diri.
3. Carl Rogers (1902 – 1988)
Carl Rogers lahir 8 Januari 1902 di
Oak Park, Illinois Chicago, sebagai anak keempat dari enam bersaudara. Semula
Rogers menekuni bidang agama tetapi akhirnya pindah ke bidang psikologi. Ia
mempelajari psikologi klinis di Universitas Columbia dan mendapat gelar Ph.D
pada tahun 1931, sebelumnya ia telah merintis kerja klinis di Rochester Society
untuk mencegah kekerasan pada anak. Gelar profesor diterima di Ohio State tahun 1960. Tahun 1942, ia menulis buku pertamanya, Counseling and Psychotherapy dan secara
bertahap mengembangkan konsep Client-Centerd
Therapy.
Rogers membedakan dua tipe belajar, yaitu:
1. Kognitif (kebermaknaan)
2. experiential ( pengalaman)
Rogers membedakan dua tipe belajar, yaitu:
1. Kognitif (kebermaknaan)
2. experiential ( pengalaman)
Guru menghubungan pengetahuan
akademik ke dalam pengetahuan terpakai seperti memperlajari mesin dengan tujuan
untuk memperbaikai mobil. Experiential
Learning menunjuk pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan siswa. Kualitas
belajar experiential learning
mencakup : keterlibatan siswa secara personal, berinisiatif, evaluasi oleh
siswa sendiri, dan adanya efek yang membekas pada siswa.
Meskipun teori yang dikemukan Rogers
adalah salah satu dari teori holistik, namun keunikan teori adalah sifat
humanis yang terkandung didalamnya. Teori humanistik Rogers pun mempunyai berbagai nama antara
lain : teori yang berpusat pada pribadi (person centered), non-directive,
klien (client-centered), teori yang berpusat pada murid (student-centered),
teori yang berpusat pada kelompok (group centered), dan person to
person. Namun istilah person centered yang sering digunakan untuk
teori Rogers.
Dari bukunya Freedom To Learn, ia menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip dasar
humanistik yang penting diantaranya ialah;
a.
Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami.
b.
Belajar yang signifikan terjadi apabila materi
pelajaran dirasakan murid mempunyai relevansi dengan maksud-maksud sendiri.
c.
Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi
mengenai dirinya sendiri diangap mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.
d.
Tugas-tugas
belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan dan diasimilasikan
apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil.
e.
Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman
dapat diperoleh dengan berbagai cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses
belajar.
f.
Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan
melakukannya.
g.
Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam
proses belajar dan ikut bertanggungjawab terhadap proses belajar itu.
h.
Belajar inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa
seutuhnya, baik perasaan maupun intelek, merupakan cara yang dapat memberikan
hasil yang mendalam dan lestari.
i.
Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan,
kreativitas, lebih mudah dicapai terutama jika siswa dibiasakan untuk mawas
diri dan mengritik dirinya sendiri dan penilaian dari orang lain merupakan cara
kedua yang penting.
j.
Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam
dunia modern ini adalah belajar mengenai proses belajar, suatu keterbukaan yang
terus menerus terhadap pengalaman dan penyatuannya ke dalam diri sendiri
mengenai proses perubahan itu.
C. Implikasi dan Penerapan Teori Humanistik dalam Pembelajaran
Penerapan teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang
mewarnai metode- metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran
humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para siswa, yang memberikan motivasi dan kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru
memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk
memperoleh tujuan pembelajaran. Siswa berperan sebagai pelaku utama ( student
center ) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Tujuan pembelajaran
lebih kepada proses belajarnya daripada hasil belajar.
Psikologi humanistik memberi perhatian atas guru
sebagai fasilitator. Berikut ini adalah berbagai cara untuk memberi
kemudahan belajar dan berbagai kualitas fasilitator. Ini merupakan ikhtisar yang
sangat singkat dari beberapa (petunjuk):
1. Fasilitator
sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok,
atau pengalaman kelas
2. Fasilitator
membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas
dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
3. Dia
mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan
tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang
tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.
4. Dia mencoba
mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas dan mudah
dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan mereka.
5. Dia
menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat
dimanfaatkan oleh kelompok.
6. Di dalam
menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima baik isi
yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi
dengan cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok.
7. Dia
mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga
pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai
suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa.
8. Dia harus
tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya perasaan yang
dalam dan kuat selama belajar.
9. Di dalam
berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk menganali
dan menerima keterbatasan-keterbatasannya sendiri.
Ciri-ciri guru yang fasilitatif adalah :
- Merespon perasaan siswa
- Menggunakan ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah dirancang
- Berdialog dan berdiskusi dengan siswa
- Menghargai siswa
- Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan
- Menyesuaikan isi kerangka berpikir siswa (penjelasan untuk mementapkan kebutuhan segera dari siswa)
- Tersenyum pada siswa.
Dari penelitian itu diketahui guru yang
fasilitatif mengurangi angka bolos siswa, meningkatkan angka konsep diri siswa,
meningkatkan upaya untuk meraih prestasi akademik termasuk pelajaran bahasa dan
matematika yang kurang disukai, mengurangi tingkat problem yang berkaitan
dengan disiplin dan mengurangi perusakan pada peralatan sekolah, serta siswa
menjadi lebih spontan dan menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi.
Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok
untuk diterapkan. Keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang
bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir,
perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Siswa diharapkan menjadi manusia yang
bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya
sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau
melanggar aturan , norma , disiplin atau etika yang berlaku.
BAB III
PENUTUP
Teori Belajar Humanistik adalah suatu teori dalam
pembelajaran yang mengedepankan bagaimana memanusiakan manusisa serta peserta
didik mampu mengembangkan potensi dirinya. Dimana memanusiakan manusia di sini berarti mempunyai tujuan untuk mencapai aktualisasi diri, pemahaman diri,
serta realisasi diri orang yang belajar secara optimal. Tokoh penting
dalam teori belajar humanistik secara teoritik antara lain adalah: Arthur W.
Combs, Abraham Maslow, dan Carl Rogers.
Implementasi dari teori belajar humanistik dalam
metode pendidikan yaitu guru mengajar dengan penuh semangat dan rasa kasih
sayang yang tinggi, suasana yang menyenangkan, dan terjadi komunikasi yang baik
antara guru dan murid. Dalam mengajar, guru juga perlu banyak menceritakan
kisah-kisah yang dapat menjadikan perilaku siswa semakin berkembang ke arah
yang lebih baik. Selain itu, guru juga perlu menugaskan kepada siswa untuk
saling mengajara antar siswa, karena hal ini berguna sekali baik bagiu siswa
yang diajar maupun siswa yang mengajar.
Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok
untuk diterapkan. Keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang
bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir,
perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Siswa diharapkan menjadi manusia yang
bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya
sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau
melanggar aturan , norma , disiplin atau etika yang berlaku.
DAFTAR
RUJUKAN
Sudrajat, A. 2008. Sekilas tentang Psikologi
Humanistik, (Online), (http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/29/psikologi-humanistik/), diakses 12 Oktober 2012.
Ridlowi, A. 2009. Teori
Belajar Humanistik, (Online), (file:///H:/ALL OF BELAJAR
PEMBELAJARAN/teori humanistik/teori-belajar-humanistik_29ahmd.htm), diakses 12 Oktober 2012.
Imron, Ali. 1996. Belajar dan
Pembelajaran. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya.
LAMPIRAN
Gambar 1 Carl Rogers Gambar 2 Abraham Maslow
Gambar 1 Carl Roger Gambar 2 Abraham Maslow
Gambar 3 Arthur W Combs
Tidak ada komentar:
Posting Komentar