BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Secara
sederhana sosialisasi dapat disamakan dengan bergaul. Dalam pergaulan tersebut
dapat dipelajari berbagai nilai, norma, dan pola-pola perilaku ataupun
kelompok. Lambat laun nilai dan norma yang ada dapat diserap menjadi bagian
dari kepribadian individu serta kelompok. Manusia tercipta sebagai makhluk
pribadi sekaligus juga sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk pribadi, manusia
berjuang untuk memenuhi kebutuhannya untuk bertahan hidup. Dalam memenuhi
kebutuhannya tersebut manusia tidak dapat hidup sendiri. Manusia memerlukan
orang lain untuk mencapai tujuananya. Itulah sebabnya manusia berinteraksi
dengan manusia lainnya sebagai makhluk lainnya sebagai makhluk sosial.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana
hakikat kelompok sebaya?
2. Bagaimana
kelompok sebaya sebagai situasi belajar?
3. Apa
fungsi kelompok sebaya?
4. Bagaimana
kelompok sebaya dan sekolah?
5. Bagaimana
hubungan murid dengan murid?
C. Tujuan
1. Lebih
memahami hakikat kelompok sebaya
2. Mengetahui
kelompok sebaya sebagai situasi belajar
3. Dapat
menmahami fungsi kelompok sebaya
4. Dapat
mengetahui kelompok sebaya dan sekolah
5. Mengetahui
hubungan murid dengan murid
BAB II
PEMBAHASAN
Sosialisasi
itu pada dasarnya adalah suatu proses penyesuaian diri terhadap berbagai
tuntutan yang ada dalam kehidupan bersama. Menurut Orville G.Brim sosialisasi
itu adalah proses yang dilalui orang untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan
dan sikap dalam rangka menjadi anggota masyarakat yang cakap (mampu hidup di
tengah-tengah sesamanya). Sedangkan menurut Havughurst dan Neugarten
sosialisasi adalah proses belajar yang dipelajari meliputi cara-cara hidup,
pola hidup dan tingkah laku masyarakat, yang dipelajari ini lebih lanjut
diresapkan kedalam diri pribadi, menjadi mendarah daging, menjadi satupadu
dengan kepribadiannya.
Sosialisasi
sebagai proses belajar itu juga digaris bawahi oleh Thomas Ford Hoult dengan pernyataannya
bahwa proses sosialisasi adalah proses individu
belajar bertingkah laku sesuai dengan standard kebudayaannya;
proses belajar disini berorientasi pada melakukan peranan di masa datang dan
yang khususnya melibatkan penerimaan dan persetujuan kelompok.
A.
Hakekat
Kelompok Sebaya
Anak
berkembang didalam dua dunia sosialnya yaitu:
1. Dunia
orang dewasa, yaitu orangtuanya, guru-gurunya, teman-teman keluarganya dan
sebagainya.
2. Dunia
teman sebaya, yaitu sahabat-sahabatnya, kelompok bermain, perkumpulan-perkumpulan
dan sebagainya.
Bagi
anak, kelompok sebaya ialah kelompok anak-anak tertentu yang saling
berinteraksi. Dalam kelompok sebaya itu terdapat beberapa macam diantaranya
kelompok bermain yang sifatnya informal sampai kelompok pramuka yang sifatnya
lebih formal, terorganisir dari tiga
atau empat orang anggota sampai kelompok teman sebaya di sekolah yang terdiri dari
banyak anggota, rata-rata anak akan berinteraksi dengan bermacam-macam kelompok
sebaya itu. Setiap kelompok memiliki peraturan-peraturannya sendiri, tersurat
ataupun tersirat. Memiliki tata sosialnya sendiri dan mempunyai harapan-harapan
sendiri bagi para anggotanya. Kecuali setiap kelompok sebaya mempunyai
kebiasaan-kebiasaan, tradisi-tradisi, perilaku dan bahkan bahasa sendiri.
Bagi
kelompok anak dan remaja, orang dewasa biasanya tidak masuk hitungan mereka.
Artinya kelompok sebaya itu mungkin secara terang-terangan menentang
orang-orang dewasa disekitarnya, misalnya dalam bentuk:
·
Bertingkah laku
menentang peraturan atau hokum
·
Berpakaian, berbicara
dan berbuat tidak sesuai dengan harapan orangtua.
Namun
dapat juga terjadi suatu situasi dimana yang menjadi keinginaan dan harapan
kelompok sebaya bertentangan dengan keinginan dan harapan orang-orang dewasa
dan hal tersebut merupakan hasil dari perencanaan orang dewasa. Meskipun dalam
situasi seperti itu, anak tetap tidak menyukai terlalu banyak campur tangan
orang dewasa, anak atau remaja merasa lebih nyaman berada bersama teman-teman
sebayanya daripada berada bersama orang-orang dewasa meskipun orang dewasa
tersebut bersikap menerima dan penuh pengertian.
Kelompok
sebaya merupakan lembaga sosialisasi yang penting disamping keluarga, sebab
kelompok sebaya juga turut serta mengajarkan cara-cara hidup bermasyarakat.
Biasanya antara umur empat dan tujuh tahun dunia sosial anak mengalami
perubahan secara radikal, dari dunia kecil yang berpusat di dalam keluarga ke
dunia yang lebih luas yang berpusat di dalam kelompok sebaya. Sejak saat ini,
seseorang berhubungan dengan dan belajar dari teman-teman yang berumur sebaya.
Hal ini bukan hanya berlaku bagi anak, tetapi juga para remaja dan bahkan orang
dewasa. Orang belajar dari teman-temannya dan sebaya-sebayanya selama hayat
dikandung badan.
B.
Kelompok
Sebaya Sebagai Situasi Belajar
Apabila
dunia teman sebaya dan dunia orang dewasa kita bandingkan, akan kita temui
beberapa perbedaan penting sebagai berikut:
1.
Dalam dunia orang
dewasa, anak selalu berada dalam posisi dibawah atau kalah sedangkan dalam
dunia teman sebaya, anak memiliki status yang sama dan sederajat dengan
anak-anak yang lain.
Dalam kelompok sebaya
itu terdapat bermacam-macam diantaranya:
a.
Anak belajar dari
anak-anak lain yang memiliki status yang sama dan umur, kematangan atau harga
diri yang tidak begitu jauh berbeda.
b.
Anak merasa tidak
begitu terpaksa untuk menerima ide-ide dan sikap-sikap dari guru-gurunya, sebab
guru-gurunya yaitu teman sebayanya itu, tidaklah begitu lebih bijaksana dan
berpengalaman dari padanya.
c.
Anak relatif bebas
belajar bersikap dan berpikir, anak relatif bebas memilih perilaku yang dapat
diterima atau yang tidak diterima oleh teman-teman sebayanya.
d.
Anak bebas mencari
hubungan yang bersifat pribadi dan bebas pula menguji dirinya dengan
teman-teman lain.
2.
Dalam kelompok sebaya,
belajar biasanya berlangsung dalam situasi yang
kurang berkait secara emosional. Teman-temannya bermain, tidak begitu peduli
apakah ia bermain dengan baik atau tidak. Setidak-tidaknya ada umur-umur
permulaan, anak kurang menyadari bahwa situasi sosial itu (yaitu dituasi
kebersamaan di dalam kelompok sebaya) adalah situasi belajar. Jadi belajar
disini berlangsung dalam situasi yang netral, anak bebas mencoba dan mencoba,
tanpa terikat pada teman atau pimpinan tertentu, seperti halnya di sekolah anak
terkait pada teman atau pimpinan tertentu, seperti halnya di sekolah anak
terkait pada guru yang sama dalam waktu yang relatif lama.
Salah satu karakteristik kelompok sebaya ialah, mudahnya berganti teman. Anda
berumur delapan tahun misalnya, bersahabat karib dengan seseorang atau dua
orang kawan, bersama-sama mereka membentuk kelompok bermain kecil. Persahabatan
ini biasanya tidak berlangsung lama, sebab biasa saja secara tiba-tiba anak
tersebut beralih berteman dengan anak lain. Demikian juga nak gadis yang
berumur dua belas tahun, bisa saja lalu berpisah dari temannya yang sudah cukup
lama bersahabat hanya karena adanya ketidakcocokkan dalam hal-hal yang sepele. Terkecuali apabila anak hidup dalam
lingkungan yang agak terpencil di mana sedikit sekali terdapat teman-teman
sebaya, persahabatan itu dapat berlangsung lama. Tetapi di lingkungan kota
misalnya, biasanya anak mudah sekali berganti teman, bahkan berganti kelompok,
apalagi karena semakin bertambahnya umur anak-anak mengalami kematangan sosial
dan emosional, ini merupakan petunjuk kurang terikatnya secara emosional anak
atau remaja, dan bahkan tidak jarang pula orang dewasa, pada teman atau kelompok
sebayanya; sifat ini merupakan cerminan lain dari kebebasan psikologis yang
lebih besar yang ada didalam kelompok sebaya daripada kebebasan yang ada dalam
kelompok-kelompok sosial lainnya.
3.
Pengaruh kelompok
sebaya terhadap anak yang umurnya semakin bertambah cenderung menjadi lebih
penting jika dibandingkan dengan pengaruh keluarga, sebab anak itu semakin lama
semakin sering berada ditengah-tengah kelompok sebayanya.
C.
Fungsi Kelompok Sebaya
Sebagai lembaga sosialisasi,
kelompok sebaya mempunyai berbagai macam fungsi. Yang umumnya diharapkan orang
ialah kelompok sebaya itu mamu mengajar anak bagaimana caranya bergaul dan
hidup bersama dengan sesamanya secara baik.
Namun yang kiranya merupakan fungsi
utama kelompok sebaya ialah mengajarkan kebudayaan; melalui interaksinya
didalam kelompok sebaya bekajar bermain, berpikir, berbicara dan berbuat dengan
cara-cara yang diharapkan oleh kebudayaan masyarakatnya. Melalui kelompok
sebaya itu anak akan belajar standar moralitas orang dewasa, seperti bermain secara
baik, kerjasama, kejujuran dan tanggung jawab; sudah barang tentu hal itu
mula-mula bersifat kekanak-kanakan, akan tetapi dengan semakin bertambahnya
umur lambatlaun akan berkembang menjadi standar moralitas yang semakin dewasa.
Kelompok sebaya mengajarkan peranan-
peranan sosial sesuai dengan jenis kelamin kepada anak-anak. Anak laki-laki
belajar dari teman-teman sebayanya tingkah laku apa dan bagaimana yang diterima
sesuai dengan peranannya sebagai laki-laki; anak perempuan belajar dari
teman-temannya sebaya tingkah laku apa dan bagaimana yang diterima sesuai
dengan peranannya sebagai wanita.
Kecuali
itu kelompok sebaya juga merupakan sumber informasi yang penting bagi
anak-anak. Bahwa anak-anak jaman sekarang telah memperoleh pengetahuan tentang angkasa
luar beserta kendaraan-kendaraan luar angkasa dari televisi, tetapi setelah
didiskusikan dengan teman-teman sebayanya, hal itu mempunyai nilai dan menjadi
bagian dari khazanah pikirannya. Kelompok sebayalah yang sering menentukan pengetahuan apa yang penting dan
informasi mana yang tidak perlu.
Fungsi
berikutnya ialah mengajarkan mobilitas sosial. Anak dari kelas sosial rendah
bersahabat dengan anak-anak dari kelas sosial menengah, belajar dari mereka
cara-cara berperilaku yang benar. Anak lalu menyerap dan meresapkan ke dalam
dirinya nilai-nilai dari teman-temannya yang baru itu, hal ini dapat berakibat
anak berkembang melibihi posisi sosial orangtuanya. Sebagai contoh misalnya,
anak petani biasa yang berteman sebaya dengan anak-anak orang berpangkat,
akhirnya tergerak hatinya untuk lanjut belajar ke pendidikan yang lebih tinggi,
agar kelak dapat memiliki status sosial yang lebih tinggi dari status sosial
orangtuanya.
Kesempatan
untuk berinteraksi semacam itu umumnya terdapat di sekolah. Menyadari pentingnya
peranan teman sebaya dalam membantu mobilitas sosial vertikal anak dari kelas
sosial rendah itu, banyak pendidik yang mempergunakan hal itu sebagai alasan
yang kuat untuk mengadakan penyelenggaraan pendidikan sekolah secara heterogen,
artinya pendidikan sekolah dengan murid-murid yang berasal dari latar belakang
sosial yang beraneka ragam.
Disamping
itu, kelompok sebaya juga mempunyai fungsi lain, yaitu menyediakan
peranan-peranan sosial yang baru. Kecuali berfungsi mengalihkan warisan budaya
kepada anak-anak, kelompok sebaya juga menyediakan fungsi lain, yaitu
menyediakan peranan-peranan sosial yang baru. Kecuali berfungsi mengalihkan
warisan budaya kepada anak-anak, kelompok sebaya juga menyediakan organisasi
sosial baru atau sistem sosisl baru dimana anak-anak mempelajari tingkah laku
yang baru.
Contohnya:
·
Dari keluarganya anak
telah belajar bagaimana berperanan sebagai anak, sebagai kakak atau adik,
sebagai cucu dan sebagainya.
·
Di dalam kelompok
sebaya anak belajar berperanan sebagai teman, dan kadang-kadang sebagai musuh,
belajar bagaimana berperanan sebagai pemimpin dan bagaimana pula berperanan
sebagai pengikut dan sebagainya.
Kesimpulannya kelompok
sebaya itu memberikan kesempatan yang luas bagi anak untuk melakukan
eksperimentasi sosial yang beraneka ragam.
Kecuali itu, masih ada fungsi yang lain, kelompok sebaya
membantu anak untuk bebas dari orang-orang dewasa , dukungan kelompok sebaya
membuat anak merasa kuat dan padu dengan membolehkan anak-anak secara bebas
mencobakan hubungan-hubungan sosial, kelompok sebaya membantu anak mengetahui
dan menyadari dirinya sendiri, dan memberikan kesempatan untuk mengkaji
pribadi-pribadinya sendiri.
D.
Kelompok
Sebaya dan Sekolah
Sekolah diharapkan untuk membantu anak menjembatani jurang
antara dunia anak dan dunia orang dewasa. Ini memang merupakan fungsi sekolah
sebagai lembaga sosialisasi, disamping juga merupakan fungsinya keluarga.
Perbedaan penting antara sekolah dan keluarga dalam hal ini ialah bahwa sekolah
itu menangani banyak anak dan membawanya kearah kedewasaan sebagai kelompok,
bukan sebagai individu-individu. Konsekuensinya, pengaruh sekolah terhadap anak
orang perorang selalu melalui kelompok sebaya. Dari sudut pandangan inilah maka
sekolah dan kelompok sebaya dalam memberikan pengaruhnya terhadap anak tidak
terpisahkan satu dari yang lain.
Bahwa keberhasilan anak dalam memenuhi tuntunan atau harapan
sekolah mempunyai pengaruh penting dan langsung terhadap statusnya didalam
kelompok tidak perlu diragukan lagi. Biasanya anak yang pandailah yang memegang
posisi kepemimpinan diantara teman-teman sebayanya, biasanya yang dikenal baik
oleh dan dekat dengan gurunyalah yang disukai oleh teman-temanya. Sudah barang
tentu perkecualian-perkecualian pasti ada. Misalnya saja murid yang menjadi
“ kesayangan” guru
tidak disukai teman-temannya, demikian pula murid yang terlalu rajin belajar
(kutu buku), bahkan tidak jarang justru murid-murid yang mendapat nilai C lah
yang mendapat tempat di hati teman-temannya. Namun pada umumnya, kebanyakan
kelompok sebaya menilai baik anak-anak yang
dinilai baik oleh sekolahnya.
Sebaliknya status anak didalam kelompok sebaya mempunyai
pengaruh penting dan langsung terhadap kemajuan anak di sekolah. Anak yang
kurang disukai oleh teman-teman sebayanya entah karena sikapnya yang sombong,
wataknya yang kurang sportif atau karena sifatnya yang suka menang sendiri, dan
sebagainya. seringkali menunjukkan prestasi akademik yang cenderung
sedang-sedang saja atau bahkan mungkin rendah. Sedangkan anak yang disukai
teman-teman seumurnya, entah karena sifatnya yang rendah hati, karena
kejujurannya dan sifat suka menolong, atau karena keberanian dan
keterbukaannya, atau karena kepemimpin dan ketegasannya, tidak jarang
menunjukkan kemajuan yang menggembirakan dalam bidang akademik.
E.
Hubungan
murid dengan murid
Aspek hubungan murid
dengan murid yang paling banyak mendapat perhatian ialah perasaan murid
terhadap satu sama lain, sebagaimana yang diukur dengan teknik yang disebut
analisis sosiometri (sociometric analysis). Analysis sosiometri tidak banyak
digemari oleh guru-guru Amerika membuat sociograr’ (yaitu, diagram yang terdiri
dari lingkaran-lingkaran yang menunjukkan rasa senang dan tak senang terhadap
satu sosiometri adalah sebagai berikut:
(1) (2) (3)
Struktur sosiometri yang Hubungan
antar kelompok Motivasi dan prestasi
baik kelompok
yang memuaskan tinggi individu dan level
tinggi penampilan kelompok
Dalam
pembahasan ini tidak diuraikan secara panjang lebar mengenai definisi hubungan
sosiometri yang “baik”. Mungkin padanya terdapat tingkat hubungan yang tinggi
antar pribadi dan tidak terdapat pemisahan atau pemecahan secara kentara antara
subkelompok dan pemimpin yang dikenal. Hal ini bisa dilihat dengan sosiogram
dan matrik.
Bila dialihkan ke dalam pengertian pendidikan, maka hal
ini menyatakan, bahwa murid melihat adanya kesejalanan dengan kepentingannya
(jika mendapat nilai baik, maka murid tersebut mendapatkan penghargaan dari
teman sebayanya atau apabila nilainya berguna untuk masuk ke perguruan tinggi
atau bekerja yang memerlukan rekomendasi “baik” dari sekolah) asalkan tidak ada
rintangan yang dirasakan menghalangi (antara lain orang tua yang rendah
kemampuannya atau dari golongan income rendah).
Dengan demikian, kelas
yang terpadu secara sosiometri, akan menjamin tingkat produktifitas yang
tinggi, yaitu apabila mutu akademis menjadi pusat perhatian anggota kelompok
dimaksud.kebanyakan interaksi kelompok teman sebaya yang ada di sekolah
terbentur pada kegiatan ekstra kurikuler yang jaran ada kaitannya dengan
masalah utama kehidupan kelas (Mc Partiand, 1977). Tutoring adalah salah satu
teknik yang menarik perhatian para pembaharu pendidikan, karena teknik ini
memperluas interaksi murid.
Dalam proyek tutoring
yang dikembangkan selama beberapa tahun yang lalu, kebanyakan murid yang
bertindak selaku tutor, ras dan kelas sosialnya sama dengan murid-murid yang
ditutorinya, dan sebagaian tutor
tersebut dirinya sendiri mengalami kesulitan belajar (S. Bloom, 1976:
Devin Sheehan, Feldman, dan Allen, 1976: Paolitto, 1976. Pine dan Alesker,
1973).
Ketika sosiolog
Patricia dan Peter Adler (1992, 1998), satu tim pasangan suami- istri, mengamati
anak-anak di dua sekolah dasar di Colorado, mereka melihat bagaimana anak-anak
memisahkan diri menurut jenis kelamin dan mengembangkan dunia mereka sendiri
dengan norma yang khas. Norma yang menjadikan
anak laki-laki populer adalah kemampuan atletik, ketenangan, dan
keteguhan. Bagi anak perempuan, popularitas didasarkan pada latar belakang
keluarga, penampilan fisik (busana dan tata rias), dan kemampuan menarik anak
laki-laki yang populer. Dalam subkultur anak-anak ini, prestasi akademis
menarik anak-anak ini ke dua arah yang berlawanan: bagi anak laki-laki nilai
tinggi menurunkan popularitas mereka, namun bagi anak perempuan nilai yang baik
meningkatkan kedudukan mereka di kalangan teman sebaya.
Dalam rangka memahami keberhasilan dan kegagalan anak di
sekolah, kiranya para pendidik perlu menyadari bahwa dalam kenyataannya
anak-anak dan remaja dituntut untuk memenuhi dua rangkaian harapan, yaitu
serangkai dari kelompok sebayanya, dan seringkali lagi dari orang dewasa di
sekitarnya. Tidak sedikit anak yang putus sekolah, bukan karena kurang mampu
menghadapi dan melaksanakan tugas-tugas akademik sekolah, tetapi karena tidak
berhasil diterima oleh kelompok sebaya.
Bertambah jelas kiranya betapa besar pengaruh dan peranan
kelompok sebaya itu terhadap proses sosialisasi anak. Apalagi pengaruh tersebut
cenderung menjadi semakin penting, lebih-lebih di kota-kota dimana tumbuh
berbagai perkumpulan anak dan remaja, kecuali itu anak-anak dan remaja semakin
banyak menghabiskan waktunya di sekolah, sejak dari taman kanak-kanak ke atas.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Menurut Orville G.Brim sosialisasi
itu adalah proses yang dilalui orang untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan
dan sikap dalam rangka menjadi anggota masyarakat yang cakap (mampu hidup di tengah-tengah
sesamanya). Bagi kelompok anak dan remaja, orang
dewasa biasanya tidak masuk hitungan mereka. Artinya kelompok sebaya itu
mungkin secara terang-terangan menentang orang-orang dewasa disekitarnya,
misalnya dalam bentuk:
·
Bertingkah laku menentang
peraturan atau hokum
·
Berpakaian, berbicara
dan berbuat tidak sesuai dengan harapan orangtua.
Sebagai lembaga sosialisasi,
kelompok sebaya mempunyai berbagai macam fungsi. Yang umumnya diharapkan orang
ialah kelompok sebaya itu mamu mengajar anak bagaimana caranya bergaul dan
hidup bersama dengan sesamanya secara baik.
Sekolah
diharapkan untuk membantu anak menjembatani jurang antara dunia anak dan dunia
orang dewasa. Ini memang merupakan fungsi sekolah sebagai lembaga sosialisasi,
disamping juga merupakan fungsinya keluarga.
Dalam rangka memahami keberhasilan dan
kegagalan anak di sekolah, kiranya para pendidik perlu menyadari bahwa dalam
kenyataannya anak-anak dan remaja dituntut untuk memenuhi dua rangkaian
harapan, yaitu serangkai dari kelompok sebayanya, dan seringkali lagi dari
orang dewasa di sekitarnya. Tidak sedikit anak yang putus sekolah, bukan karena
kurang mampu menghadapi dan melaksanakan tugas-tugas akademik sekolah, tetapi
karena tidak berhasil diterima oleh kelompok sebaya.
DAFTAR PUSTAKA
Mahmud, M.D. 1989. Dasar-Dasar Sosiologi Pendidikan (Suatu
Penelitian Kepustakaan). Jakarta: Depdikbud Ditjen Dikti P2LPTK
Faisal,
Sanapiah. 1990. Sosiologi Pendidikan.
Surabaya: Usaha Nasional
Tidak ada komentar:
Posting Komentar