BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kepemimpinan adalah rangkaian kegiatan penataan berupa
kemauan mempengaruhi perilaku orang lain dalam situasi tertentu agar bersedia
bekerjasama untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Dalam menjalankan
kepemimpinannya, seorang pemimpin memiliki gaya-gaya tersendiri. Gaya (style) adalah suatu cara berperilaku
yang khas dari seorang pemimpin terhadap anggota kelompoknya, sehingga bawahan
dapat bergerak sesuai dengan yang diinginkan dalam mencapai tujuan yang
ditetapkan sebelumnya. Bergeraknya orang-orang harus mengikuti jalur tujuan
organisasi yang hendak dicapai dan bukan merupakan kamuplase
(kepura-puraan/keinginan pemimpin) dari kepemimpinannya itu sendiri.
Seorang pemimpin dipandang memiliki kelebihan dari yang
lainnya untuk jangka panjang maupun jangka pendek dengan kewenangan dan
kekuasaan dalam situasi tertentu. Apabila ia mampu menggerakkan sejumlah orang
dalam mencapai tujuan organisasi, maka seorang pemimpin tersebut dapat
dikatakan sukses. Seorang pemimpin hendaknya mengetahui dan mempunyai
nilai-nilai dan etika dalam kepemimpinan. Tujuannya adalah agar diyakini akan
membawa kehidupan pada suatu kondisi yang tidak menimbulkan efek negatif yang
merugikan bagi kehidupan di sekitarnya.
Dalam suatu organisasi, kepemimpinan yang dinilai baik
apabila fungsi-fungsi kepemimpinan dijalankan berdasarkan prinsip-prinsip
beretika. Kepemimpinan beretika akan membuat suasana hubungan kerja dalam
organisasi lebih nyaman dan terhindar dari konflik vertikal maupun konflik
horisontal. Sebab, pelaku-pelaku organisasi menyadari keberadaan pedoman dan
penuntun berupa prinsip-prinsip etika yang membatasi gerak bersikap dan
bertindak.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana definisi dari kepemimpinan?
2.
Bagaimana pengertian dari nilai-nilai
dan etika?
3.
Bagaimana nilai-nilai dan etika dalam
kepemimpinan?
4.
Apa saja faktor yang dapat menghambat
dalam menjalankan kepemimpinan?
C. Tujuan Pembahasan
1.
Mengetahui secara detail maksud dari kepemimpinan.
2.
Mengetahui secara detail maksud dari
nilai dan etika.
3.
Mendeskripsikan nilai-nilai dan etika
dalam kepemimpinan.
4.
Mendeskripsikan berbagai faktor yang
dapat menghambat dalam menjalankan kepemimpinan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Kepemimpinan
Kepemimpinan
adalah suatu seni dan ilmu untuk
mempengaruhi orang lain atau orang-orang yang dipimpin sehingga dari
orang-orang yang dipimpin timbul suatu kemauan, respek, kepatuhan dan
kepercayaan terhadap pemimpin untuk melaksanakan yang dikehendaki oleh
pemimpin, atau tugas-tugas dan tujuan organisasi, secara efektif dan efisien.
Dalam Diktat Kepemimpinan Pendidikan arti
dari Kepemimpinan (leadership)
adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin (leader) tentang bagaimana menjalankan
kepemimpinannya (to lead) sehingga
bawahan dapat bergerak sesuai dengan yang diinginkandalam mencapai tujuan yang
ditetapkan sebelumnya. Bergeraknya orang-orang harus mengikuti jalur tujuan
organisasi yang hendak dicapai dan bukan merupakan kepura-puraan dari
kepemimpinannya itu sendiri.
Pemimpin
adalah seorang yang dipandang memiliki kelebihan dari yang lainnya untuk jangka
panjang maupun jangka pendek dengan kewenangan dan kekuasaan dalam situasi
tertentu. Memimpin (leading) adalah
kegiatan dimana individu-individu atau kelompok dipandang oleh satu atau
lainnya untuk mengarahkan dalam pencapaian tujuan, walaupun tujuan itu
merupakan tujuan individu. Berikut pengertian kepemimpinan (leadership) menurut beberapa ahli,
1.
Kepemimpinan adalah perilaku dari
seseorang ketika dia mengarahkan kegiatakegiatan dari kelompoknya ke arah
pencapaian tujuan. (Hemphill dan Coons)
2.
Kepemimpinan adalah hubungan kerja
antara anggota-anggota kelompok dimana pemimpin memperoleh status melalui
partisipasi aktif dan dengan mempelihatkan kamempuannya untuk melaksanakan
tugas kerja sama denga usaha mencapai tujuan. (Stogdil)
3.
Kepemimpinan adalah cara interaksi
dengan orang-orang lain yang merupakan suatu proses sosial yang mencakup
tingkah laku pemimpin yang diangkat. (Jenings)
4.
Kepemimpinan adalah proses mengarahkan
aktivitas kelompok yang terorganisasi ke arah pencapaian tujuan. (Rauch dan
Behling)
Pemimpin
dengan kekuasaan yang luas dan terbatas akan memiliki bobot yang sama berat
dari sisi pertanggungjawaban secara batiniah. Adapun perbedaannya akan terlihat
dari bersarnya tanggung jawab atas pekerjaan-pekerjaan yang harus dijalankan. Manager memimpin sebagai boss urutan pekerjaan, dan kepala dari
tim proyek. Leadership kunci dalam
mengatur orang untuk mencapai tujuan.
B.
Pengertian Nilai dan Etika
1.
Pengertian
Nilai
Nilai
adalah sejumlah sifat-sifat utama yang harus dimiliki setiap seorang agar yang
dilakukan dapat berjalan secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan yang
telah ditentukan. Sifat-sifat utama ini
ibarat “roh” yang membuat seseorang mampu menjalankan kegiatan dengan
berhasil guna. Tanpa roh tersebut maka posisi atau jabatan seseorang sebagai
pemimpin tidak ada artinya.
2.
Pengertian
Etika
Etika
adalah sistem nilai pribadi yang digunakan memutuskan apa yang benar, atau apa
yang paling tepat, dalam suatu situasi tertentu; memutuskan apa yang konsisten
dengan sistem nilai yang ada dalam organisasi dan diri pribadi. Etika adalah
perilaku berstandar normatif berupa nilai-nilai moral, norma-norma, dan hal-hal
yang baik-baik. Etika difungsikan sebagai penuntun dalam bersikap dan bertindak
menjalankan kehidupan menuju ke tingkat keadaan yang lebih baik. Pada dasarnya
arti hakiki etika adalah determinasi pedoman untuk menjalankan apa-apa yang
benar dan tidak melakukan apa-apa yang tidak benar. Dengan demikian menjalankan
suatu kehidupan yang beretika diyakini akan membawa kehidupan pada suatu
kondisi yang tidak menimbulkan efek negatif yang merugikan bagi kehidupan di
sekitarnya. Ditinjau dari segi evolusi, dimensi etika dapat menjadi faktor
kunci keberhasilan suatu kepemimpinan. Dalam suatu organisasi, kepemimpinan
yang dinilai baik apabila fungsi-fungsi kepemimpinan dijalankan berdasarkan
prinsip-prinsip beretika.
C.
Nilai
dan Etika dalam Kepemimpinan
Nilai-nilai kepemimpinan adalah
sejumlah sifat-sifat utama yang harus dimiliki seorang pemimpin agar
kepemimpinannya dapat efektif dan efisien untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan. Sifat-sifat utama tersebut ibarat “roh” nya pemimpin yang membuat
seseorang mampu menjalankan kepemimpinannya dengan berhasil guna. Tanpa roh
kepemimpinan maka posisi atau jabatan seseorang sebagai pemimpin tidak ada
artinya.
Beberapa nilai kepemimpinan yang
perlu dimiliki seorang pemimpin antara lain adalah sebagai berikut :
·
Integritas dan moralitas. Integritas
menyangkut mutu, sifat dan keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga
memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan dan kejujuran.
Moralitas menyangkut ahlak, budi pekerti, susila, ajaran tentang baik dan
buruk, segala sesuatu yang berhubungan dengan etiket, adat sopan santun.
Persyaratan integritas dan moralitas penting untuk menjamin kepemerintahan yang
baik, bersih dan berwibawa. Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah (termasuk perubahan-perubahannya) pada Bab V Pasal 133
disebutkan : Pengembangan karier pegawai negeri sipil daerah (PNSD)
mempertimbangkan integritas dan moralitas, pendidikan dan pelatihan, pangkat,
mutasi jabatan, mutasi antar daerah, kompetensi. Di tengah sorotan publik
tentang kinerja sebagian pemimpin aparatur pemerintah yang kurang memuaskan
dengan terjadinya kasus-kasus korupsi dan berbagai penyimpangan, maka
nilai-nilai integritas dan moralitas pemimpin perlu mendapat perhatian
utama.
·
Tanggung jawab. Seorang pemimpin harus
memikul tanggung jawab untuk menjalankan misi dan mandat yang dipercayakan
kepadanya. Pemimpin harus bertanggungjawab atas apa yang dilakukan dan tidak
dilakukannya untuk mencegah terjadinya penyimpangan-penyimpangan dalam
organisasi. Ia harus memiliki keberanian untuk mempertanggungjawabkan tindakan
yang telah dilakukan dan mengambil risiko atau pengorbanan untuk kepentingan
organisasi dan orang-orang yang dipimpinnya. Tanggung jawab dan pengorbanan
adalah dua hal yang saling berhubungan erat. Pemimpin harus mengutamakan
kepentingan organisasi daripada kepentingan pribadi atau keluarga termasuk
pengorbanan waktu. Di sisi lain, pemimpin harus melatih bawahan untuk menerima
tanggung jawab serta mengawasi pelaksanaan tugasnya.
·
Visi Pemimpin. Kepemimpinan seorang
pemimpin nyaris identik dengan visi kepemimpinannya. Visi adalah arah ke mana
organisasi dan orang-orang yang dipimpin akan dibawa oleh seorang pemimpin.
Pemimpin ibarat seorang nakhoda yang harus menentukan ke arah mana kapal dengan
penumpangnya akan di arahkan. Visi sama pentingnya dengan navigasi dalam
pelayaran. Semua awak kapal menjalankan tugasnya masing-masing tetapi hanya
nakhoda yang menentukan arah kapal untuk mencapai tujuan yang dikehendaki. Visi
pemimpin akan menginspirasi tindakan dan membantu membentuk masa depan. Visi
adalah masa depan yang realistis, dapat dipercaya dan menjembatani masa kini
dan masa depan yang lebih baik sesuai kondisi (sosial politik, ekonomi, budaya)
yang diharapkan. Visi juga mengandung harapan-harapan, atau bahkan “mimpi” yang
memberi semangat bagi orang-orang yang dipimpin. Pemimpin adalah “pemimpi” yang
sanggup mewujudkan mimpinya menjadi kenyataan. Burt Nanus dalam bukunya
Kepemimpinan Visioner mengatakan : “ Tak ada mesin penggerak organisasi yang
lebih bertenaga dalam meraih keunggulan dan keberhasilan masa depan, kecuali
visi yang menarik, berpengaruh dan dapat diwujudkan serta mendapat dukungan
luas.”
·
Kebijaksanaan.
Kebijaksanaan (wisdom) yaitu kearifan seorang pemimpin dalam memutuskan sesuatu
sehingga keputusannya adil dan bijaksana. Kebijaksanaan memiliki makna lebih
dari kepandaian atau kecerdasan. Pemimpin setiap saat dihadapkan kepada situasi
yang rumit dan sulit untuk mengambil keputusan karena terdapat perbedaan
kepentingan antar kelompok masyarakat dan mereka yang akan terkena dampak
keputusannya. Seringkali pemimpin seperti menghadapi “buah simalakama”, sulit
untuk menentukan pilihan karena sama-sama berisiko. Selain upaya manusia
menekuni dan mencari kebijaksanaan, perlu upaya meminta kebiaksanaan kepada
Tuhan sebagai sumber untuk memutuskan keputusan yang terbaik dan bijaksana.
·
Keteladanan. Keteladanan seorang
pemimpin adalah sikap dan tingkah laku yang dapat menjadi contoh bagi
orang-orang yang dipimpinnya. Keteladanan berkaitan erat dengan
kehormatan, integritas dan moralitas
pemimpin. Keteladanan yang dibuat-buat atau semu dan direkayasa tidak akan langgeng.
Pemimpin sejati melakukan hal-hal baik dengan wajar tanpa pamrih, bukan sekedar
untuk mendapat pujian manusia. Sifat-sifat baiknya dirasakan orang lain
sehingga dapat mempengaruhi lingkungan dan masyarakat luas sebagai suatu
teladan yang hidup.
·
Menjaga Kehormatan. Seorang pemimpin harus
menjaga kehormatan dengan tidak melakukan perbuatan tercela karena semua
perbuatannya menjadi contoh bagi bawahan dan orang-orang yang dipimpinnya. Ia
tidak boleh mudah terjebak dalam godaan “Tiga Ta” yaitu “harta” (memperoleh
materi atau uang secara tidak sah/ melanggar hukum), “tahta” (mendapatkan
kekuasaan dengan menghalalkan sebagal cara) dan “wanita” ( perselingkuhan,
hubungan seks di luar pernikahan) yang sering menjatuhkan kehormatan sebagai
pemimpin. Budaya lokal (Jawa) juga mengajarkan pemimpin harus menghindari 5 M
(Mo Limo ) yaitu maling (mencuri/ korupsi), madat (narkoba), madon (main perempuan), main
(berjudi) dan minum (mabuk alkohol). Setiap daerah atau suku bangsa memiliki
rambu-rambu kehormatan yang tidak boleh dilanggar oleh seorang pemimpin.
Mahatma Gandhi mengatakan ada 7 dosa sosial yang mematikan yaitu : “kekayaan
tanpa kerja”, “kenikmatan tanpa nurani”, “ilmu tanpa kemanusiaan”, “pengetahuan
tanpa karakter”, “politik tanpa prinsip”, “bisnis tanpa moralitas” dan “ibadah
tanpa pengorbanan.” Semua itu merupakan rambu-rambu peringatan bagi pemimpin
untuk menjaga kehormatannya.
·
Beriman. Beriman kepada Tuhan Yang
Mahaesa sangat penting karena pemimpin adalah manusia biasa dengan semua
keterbatasannya secara fisik, pikiran dan akal budi sehingga banyak masalah
yang tidak akan mampu dipecahkan dengan kemampuannya sendiri. Iman dapat
menjembatani antara keterbatasan manusia dengan kesempurnaan yang dimiliki
Tuhan, agar kekurangan itu dapat diatasi. Iman juga merupakan perisai untuk meredam
keinginan dan nafsu-nafsu duniawi serta godaan untuk melakukan
penyimpangan-penyimpangan dalam menjalankan kepemimpinannya. Penting bagi
seorang pemimpin untuk selalu menyadari bahwa Tuhan itu Maha Kuasa, Maha Mengetahui
dan Maha Hadir. “Mahakuasa” berarti tidak ada satu pun yang bisa terjadi tanpa
perkenan dan pengendalian-Nya. “Maha Mengetahui” berarti tidak ada satu pun
bisa terjadi tanpa pengetahuan dan keterlibatan-Nya. “Maha Hadir” berarti tidak
ada satu pun bisa terjadi tanpa Ia ada di sana. Implikasi pemahaman seperti itu
bagi pemimpin adalah sesgala sesuatu yang terjadi, termasuk kepemimpinan yang
dijalankannya, bukan sekedar kebetulan atau by chance belaka. Pemimpin yang
beriman menyadari bahwa semua perbuatannya diketahui dan diawasi Tuhan yang
hadir di mana-mana sehingga ia takut mengkhianati amanat sebagai pemimpin.
Apabila mengalami kesulitan dan masalah yang berat, ia harus bersandar kepada
Tuhan karena tidak ada satu pun kejadian tanpa perkenan dan pengendalian-Nya.
Tuhan itu Pemilik kehidupan, Penyelenggara dan Pemberi apa yang kita butuhkan.
·
Kemampuan Berkomunikasi. Suatu proses
kepemimpinan pada hakikatnya mengandung beberapa komponen yaitu : pemimpin,
yang dipimpin, komunikasi dan interkasi antara pemimpin dan yang dipimpin,
serta lingkungan dari proses komunikasi tersebut. Peter Koestenbaum, seorang
pakar kepemimpinan, melalui bukunya berjudul : Leadership, The Inner Side of
Greatness” (1991) mengatakan bahwa : “Kepemimpinan yang bermoral adalah suatu
proses moralitas untuk mencapai suatu tingkat atau keadaan dimana para pemimpin
mampu mengikat (dalam arti berkomunikasi dan berinteraksi) dengan yang
dipimpinnya berdasarkan kebersamaan motif, nilai dan tujuan – yaitu berdasarkan
kebutuhan-kebutuhan hakiki para pengikut maupun pemimpin itu sendiri.” Di sini
tampak bahwa antara pemimpin dan yang dipimpin terdapat suatu ikatan kuat
sebagai satu keutuhan dan memiliki ketergantungan satu sama lain. Untuk
mencapai hal tersebut maka seorang pemimpin harus mampu membangun komunikasi
dengan orang-orang yang dipimpinnya sehingga kepemimpinannya dapat efektif dan
efisien. Sebaliknya, kegagalan dalam menjalankan komunikasi dapat menimbulkan
keadaan yang kurang harmonis dalam organisasi bahkan dapat menjurus kepada
situasi konflik yang mengganggu pelaksanaan tugas. Kemampuan berkomunikasi juga
diperlukan untuk menggalang para tokoh masyarakat (tomas), tokoh agama (toga)
dan tokoh adat (todat) karena mereka memiliki pengaruh dan pengikut di
masyarakat.
·
Komitmen Meningkatkan Kualitas SDM.
Sumber daya manusia (SDM) adalah faktor strategis dan penentu dalam kemajuan
organisasi, dan pemimpin harus memiliki komitmen kuat untuk meningkatkan
kualitas SDM. Ada pepatah kuno yang kurang lebih berbunyi sebagai berikut :
“Kalau Anda ingin memetik hasil jangka pendek, tanamlah jagung atau padi. Kalau
ingin memetik hasil jangka panjang, tanamlah pohon kelapa. Tetapi kalau ingin
memetik hasil sepanjang masa, didiklah manusia !” Dari semua sumber daya yang
tersedia bagi manajemen – uang, bahan, peralatan dan manusia – maka sumber
terpenting adalah manusia. SDM merupakan faktor strategis yang menentukan suatu
proses produksi atau pembangunan ekonomi, tetapi ironisnya ada kecenderungan
umum untuk lebih memperhatikan investasi aset modal atau finansial, material,
dan pembangunan fisik ketimbang aset manusia atau SDM. Dari 16 bab dan 240
pasal dalam Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (termasuk
perubahan-perubahannya) hanya ada 1 bab dan 7 pasal yang berkaitan dengan
sumber daya manusia yaitu Bab V tentang
Kepegawaian Daerah.
Selain
nilai-nilai yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin, etika yang baik juga
harus dimiliki. Etika adalah perilaku berstandar normatif berupa nilai-nilai
moral, norma-norma, dan hal-hal yang baik-baik. Etika difungsikan sebagai
penuntun dalam bersikap dan bertindak menjalankan kehidupan menuju ke tingkat
keadaan yang lebih baik. Kepemimpinan beretika akan membuat suasana hubungan
kerja dalam organisasi lebih nyaman dan terhindar dari konflik vertikal maupun
konflik horisontal. Sebab, pelaku-pelaku organisasi menyadari keberadaan
pedoman dan penuntun berupa prinsip-prinsip etika yang membatasi gerak bersikap
dan bertindak. Adapun etika dalam kepemimpinan yakni :
·
Menjaga perasaan orang lain,
·
Memecahan masalah dengan rendah hati,
·
Menghindari pemaksaan kehendak tetapi
menghargai pendapat orang lain,
·
Mengutamakan proses dialogis dalam
memecahkan masalah,
·
Menanggapi suatu masalah dengan cepat,
dan sesuai dengan keahlian (competence),
·
Menyadari kesalahan dan berusaha untuk
memperbaiki (improving value),
·
Mengedepankan sikap jujur, disiplin, dan
dapat dipercaya.
D.
Faktor
yang dapat Menghambat Kepemimpinan
Berkembangnya faham-faham (isme)
dewasa ini yang mempengaruhi pola dan gaya kehidupan masyarakat yaitu:
1.
Materialisme
(mendewakan materi), hedonisme ( hidup untuk bersenang-senang) dan konsumerisme
(mengikuti naluri konsumtif). Orang cenderung ingin memiliki materi lebih
(dimensi having) ketimbang menjadi manusia yang lebih bermartabat (dimensi
being). Sementara di sisi lain gaji / penghasilan PNS belum dapat sepenuhnya
mencukupi kebutuhan hidup keluarga ( perumahan, biaya pendidikan anak-anak
dsb). Seringkali timbul hal-hal yang
dilematis, misalnya pilihan untuk hidup jujur atau mengikuti “arus” dengan
memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan (melanggar aturan), dan sebagainya.
Semua ini secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh dalam pelaksanaan
kepemimpinan.
2.
Praktek korupsi yang menghambat kemajuan
organisasi dan melemahkan peran pemimpin. Korupsi (corruption) mengandung makna : korup (corrupt) berarti jahat, busuk, rusak, curang dan tidak jujur (dishonest). Korupsi bukan hanya
kejahatan menyelewengkan uang negara atau perusahaan, tetapi juga suatu
kejahatan peradaban atau moral yang buruk. Pemimpin yang melakukan korupsi akan
berakibat bawahan meniru perbuatan korupsi dan terjadi pembusukan dalam
organisasi. Bahkan korupsi tidak lagu dilakukan secara sendiri-sendiri tetapi
secara bersama-sama. Tindakan korupsi bisa menghancurkan pemimpin dan berakibat
kepemimpinan yang dijalankan tidak efektif lagi.
3.
Proses rekrutmen pemimpin yang hanya
berorientasi mengejar kekuasaan dan uang. Demokratisasi dan pemilihan kepala
daerah (pilkada) langsung selain sisi positifnya, juga mengandung kelemahan
yaitu hanya mereka yang memiliki modal (uang) yang cukup banyak dapat maju
sebagai calon kepala daerah atau wakil.
Akibatnya, setelah calon terpilih terpaksa harus memikirkan “balas jasa” kepada
sponsor politik dalam bentuk kemudahan-kemudahan usaha yang melanggar aturan,
membayar “hutang politik” kepada para pendukung dalam penempatan jabatan yang
terkadang mengabaikan segi kualitas. Masih diperlukan waktu yang cukup panjang
untuk mengeliminer dampak-dampak negatif tersebut dalam proses demokratisasi
yang tengah dijalankan.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kata pemimpin, kepemimpinan serta kekuasaan memiliki keterikatan yang tak
dapat dipisahkan. Karena untuk menjadi pemimpin bukan hanya berdasarkan suka
satu sama lainnya, tetapi banyak faktor. Pemimpin yang berhasil hendaknya
memiliki beberapa kriteria yang tergantung pada sudut pandang atau pendekatan
yang digunakan, apakah itu kepribadiannya, keterampilan, bakat, sifat –
sifatnya, atau kewenangannya yang dimiliki yang mana nantinya sangat
berpengaruh terhadap teori maupun gaya kepemimpinan yang akan diterapkan.
Rahasia utama kepemimpinan adalah kekuatan terbesar seorang pemimpin bukan
dari kekuasaanya, bukan kecerdasannya, tapi dari kekuatan pribadinya. Seorang
pemimpin sejati selalu bekerja keras memperbaiki dirinya sebelum sibuk
memperbaiki orang lain.
Pemimpin bukan sekedar gelar atau jabatan yang diberikan dari luar
melainkan sesuatu yang tumbuh dan berkembang dari dalam diri seseorang. Kepemimpinan
lahir dari proses internal (leadership
from the inside out), yakni dengan memiliki nilai-nilai dan etika yang baik dalam kepemimpinan.
B. SARAN
Sangat diperlukan sekali jiwa kepemimpinan pada setiap pribadi manusia.
Jiwa kepemimpinan itu perlu selalu dipupuk dan dikembangkan. Paling tidak untuk
memimpin diri sendiri dan memiliki nilai serta etika yang baik. Jika saja Indonesia memiliki pemimpin yang sangat tangguh tentu akan
menjadi luar biasa. Karena jatuh bangun kita tergantung pada pemimpin. Pemimpin
memimpin, pengikut mengikuti. Jika pemimpin sudah tidak bisa memimpin dengan
baik, cirinya adalah pengikut tidak mau lagi mengikuti. Oleh karena itu
kualitas kita tergantung kualitas pemimpin kita. Makin kuat yang memimpin maka
makin kuat pula yang dipimpin.
Isi artikelnya sangat bagus, cocok untuk saya yang sedang menyusun makalah. ijin copas ya
BalasHapushaha
BalasHapusterima kasih atas perkongsian bermanfaat daripada anda
BalasHapus