BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Tuntutan profesionalisme, otonomi
dan akuntabilitas profesional, pengawasan pendidikan dikembangkan dari kajian
supervisi pendidikan. Pengawas sekolah atau madrasah harus mempunyai kompetensi
untuk mengatur dan memikirkan program yang diharapkan sampai pada penilaian
pelaksanaan pembelajaran, karena di dunia ini tidak ada yang tidak berubah. Salah
satu kompetensi tersebut yaitu pengawas sekolah atau madrasah sebagai manajer
perubahan yang memiliki subkompetensi membuat perubahan terlaksana, membangun
pengalaman warga sekolah atau madrasah dari kesuksesan dan kegagalan perubahan
serta menyediakan wawasan praktis bagi proses perubahan.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
definisi dari pengawas pendidikan?
2. Apa
saja unsur dari pengawasan yang efektif?
3. Apasajakah
kompetensi pengawas sekolah atau madrasah?
4. Apa
peran pengawas sekolah atau madrasah sebagai manajer perubahan?
5. Seperti
apa peran pengawas sekolah atau madrasah sebagai manajer perubahan dalam
menunjang pengembangan IPTEK?
6. Seperti
apa manusia yang dicita-citakan Indonesia melalui pengawas sekolah?
C.
Tujuan
1. Mengetahui
definisi dari pengawas pendidikan.
2. Mengetahui
unsur dari pengawasan yang efektif.
3. Mengetahui
kompetensi dari pengawas sekolah atau madrasah.
4. Mengetahui
peran pengawas sekolah atau madrasah sebagai manajer perubahan.
5. Mengetahui
peran pengawas sekolah atau madrasah sebagai manajer perubahan dalam menunjang
pengembangan IPTEK.
6. Mengetahui
manusia yang dicita-citakan Indonesia melalui pengawas sekolah
BAB
II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Definisi
Pengawas Pendidikan
Supervisi pendidikan merupakan
fungsi yang ditujukan pada penjaminan mutu pembelajaran yang dilakukan oleh
guru. Educational supervision sering
disebut pula sebagai instructional
supervision atau instructional
leadership, yang menjadi fokusnya adalah mengkaji, menilai, memperbaiki,
meningkatkan, dan mengembangkan mutu kegiatan belajar-mengajar yang dilakukan
bersama dengan guru (perorangan atau kelompok) melalui pendekatan bimbingan dan
konsultasi dalam nuansa dialog profesional. Dalam pendidikan, pengawasan
merupakan bagian tidak terpisahkan dari upaya peningkatan prestasi belajar dan
mutu sekolah. Menurut Sahertian (dalam Usman: 2009) menegaskan bahwa pengawasan
atau supervisi pendidikan adalah usaha memberikan layanan kepada stakeholder pendidikan, terutama kepada
guru-guru, baik secara individu maupun secara kelompok dalam usaha memperbaiki
kualitas proses dan hasil pembelajaran.
Hakikat pengawasan pendidikan
sebagai upaya bantuan profesional kesejawatan pengawasan satuan pendidikan
kepada stakeholder pendidikan
terutama guru yang ditujukan pada perbaikan-perbaikan dan pembinaan aspek
pembelajaran. Bantuan profesional yang diberikan kepada guru harus berdasarkan
penelitian atau pengamatan yang cermat dan penilaian yang objektif serta
mendalam dengan acuan perencanaan program pembelajaran yang telah dibuat.
Menurut Ofsted (dalam Usman: 2009) menyatakan bahwa fokus pengawasan sekolah
meliputi: (1) standar dan prestasi yang diraih siswa; (2) kualitas layanan
siswa di sekolah (efektivitas belajar-mengajar, kualitas program kegiatan sekolah,
kualitas bimbingan siswa); dan (3) kepemimpinan dan manajemen sekolah.
Berdasarkan pendapat-pendapat di
atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pengawasan sekolah atau
madrasah ialah tenaga kependidikan profesional yang mendapat otoritas dan
diberi tugas, tanggungjawab, dan wewenang secara penuh oleh pejabat yang
berwewenang untuk melakukan pembinaan dan pengawasan pendidikan di sekolah atau
madrasah baik pengawasan dalam bidang akademik (teknik pendidikan) maupun
bidang manajerial (pengelolaan sekolah atau madrasah) yang meliputi kegiatan
(1) pemantauan; (2) penyeliaan; (3) pengevaluasian pelaporan; dan (4)
penindaklanjutan hasil pengawasan.
B.
Unsur
Pengawasan yang Efektif
Menurut Nanang (1996) terdapat
beberapa unsur pengawasan yang efektif yaitu sebagai berikut:
1. Harus
dikaitkan dengan tujuan, kriteria, efektifitas, efisiensi dan produktivitas;
2. Disesuaikan
dengan sifat dan kebutuhan organisasi, seperti: pola, peraturan, kewenangan,
dan tugas;
3. Pengawasan
harus dibatasi termasuk jumlah dan frekuensi;
4. Sistem
kepengawasan harus terkontrol, fleksibel, kreatif dan mengikuti motif suatu
tindakan;
5. Mengacu
pada perbaikan; dan
6. Sesuai
dengan prosedur pemecahan masalah, menemukan penyebab, membuat rancangan
penanggulangan, melakukan perbaikan, mengecek hasil perbaikan dan mencegah
timbulnya masalah yang serupa.
C.
Kompetensi
Pengawas Sekolah atau Madrasah
Kompetensi pengawas sekolah atau
madrasah mencakup kemampuan yang direfleksikan pada pengetahuan, sikap, dan
keterampilan yang dituntut untuk dapat melaksanakan tugas pokok dan fungsi
jabatan profesional sebagai pengawas. Kemampuan yang harus dimiliki pengawas
tersebut searah dengan kebutuhan manajemen pendidikan di sekolah atau madrasah,
tuntutan kurikulum, kebutuhan masyarakat, dan perkembangan ilmu pengetahuan
teknologi dan seni (IPTEKS). Menurut Wiles & Bondi (dalam Usman: 2009), “Eight skill areas identified that allow
supervisors to range from thinking about desired programs to evaluating
operational instruction.” (Delapan area keterampilan mengidentifikasikan
hal-hal yang menjadikan andalan pengawas untuk mengatur dan memikirkan program
yang diharapkan sampai pada penilaian pelaksanaan pembelajaran). Kedelapan
kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap pengawas sekolah atau madrasah
tersebut adalah (1) pengawas sekolah atau madrasah sebagai pengembang siswa; (2)
pengawas sekolah atau madrasah sebagai pengembang kurikulum; (3) pengawas
sekolah atau madrasah sebagai spesialis pembelajaran; (4) pengawas sekolah atau
madrasah sebagai pekerja hubungan manusia; (5) pengawas sekolah atau madrasah
sebagai pengembang staf; (6) pengawas sekolah atau madrasah sebagai
administrator; (7) pengawas sekolah atau madrasah sebagai manajemen perubahan; dan
(8) pengawas sekolah atau madrasah sebagai evaluator.
D.
Pengawas
Sekolah atau Madrasah Sebagai Manajer Perubahan
Pengawas sekolah atau madrasah
sebagai manajer perubahan memiliki subkompetensi membuat perubahan terlaksana,
membangun pengalaman warga sekolah atau madrasah dari kesuksesan dan kegagalan
perubahan serta menyediakan wawasan praktis bagi proses perubahan. Pada kondisi
ini, pengawasan sekolah atau madrasah harus proaktif dan kreatif memahami
tekanan faktor eksternal dan internal dalam melaksanakan perubahan di sekolah
atau madrasah dengan menerapkan analisis Strenghts,
Weaknesses, Opportunities, and Threats (SWOT) dan kepemimpinan
transformasional. Perubahan yang dimaksud adalah dari kepala sekolah atau guru
atau sekolah berkinerja rendah menjadi tinggi, dari sekolah belum efektif
menjadi efektif, dari kepemimpinan kepala sekolah yang belum efektif menjadi efektif,
dari mutu pendidikan rendah menjadi tinggi. Perubahan dalam sistem penerimaan
siswa baru, kurikulum, perubahan standar nilai ujian nasional, perubahan
tuntutan dunia kerja terhadap sekolah, perubahan sistem pendidikan, dan
perubahan kebijakan sekolah. Sekolah harus berubah jika ingin bertahan akibat
tuntutan lingkungan yang selalu berubah dan persaingan yang semakin ketat.
Faktor lingkungan yang menekan sekolah untuk berubah antara lain adalah manusia
dan kemajuan IPTEKS. Contohnya adanya tuntutan generasi yang akan datang dan
adanya komputer, internet, komunikasi satelit, konferensi video, dan robot.
Menurut Robbins (dalam Usman,
2009), pengawas sekolah atau madrasah sebagai manajer perubahan harus
mengetahui penyebab manusia resistensi terhadap perubahan, yaitu (1) merasa
sudah mapan (sudah puas); (2) ingin aman, tidak kehilangan penghasilan, jabatan
dan sebagainya; (3) tidak mau risiko (takut gagal); (4) malas berfikir; (5)
kurang yakin terhadap perubahan yang akan membawa lebih baik; (6) perubahan itu
datang dari orang lain bukan dari dirinya sendiri; (7) tujuan perubahan kurang
jelas karena komunikasi kurang efektif; (8) pengorbanan yang diberikan terlalu
besar tidak sesuai dengan hasilnya; dan (9) terperangkap dengan tradisi
(kebiasaan). Cara mengatasi resistensi terhadap perubahan adalah dengan
menerapkan partisipasi orang-orang yang akan diajak untuk berubah dan
memberikan ganjaran yang memadai. Menurut Usman, cara pengawas sekolah atau madrasah
melakukan perubahan disingkat K-7 yaitu (1) kemauan keras untuk berubah; (2)
kesamaan visi dalam memecahkan masalah; (3) kebersamaan teman sejawat untuk
berubah; (4) kolaborasi dalam memecahkan masalah; (5) komunikasi yang efektif; (6)
kesejahteraan akibat perubahan; dan (7) kerjakan sekarang juga.
E.
Peran
Pengawas Sekolah atau Madrasah Sebagai Manajer Perubahan dalam Menunjang
Pengembangan IPTEK
Dalam rangka mengikuti perkembangan
IPTEK, maka arah pendidikan di Indonesia pada masa datang pengawas sekolah atau
madrasah dapat menggunakan cara sebagai berikut: (1) informasi yang
ditransmisikan semakin bersifat spesifik, kompleks, dan praktikal, dan proses
transmisi ini harus dimulai sedini mungkin kepada peserta didik, serta
menggunakan sumber belajar yang interaktif
dan komunikatif dengan struktur kelas yang dinamis; (2) dalam pendidikan
ini proses mental dan rasionalitas harus diutamakan bagi peserta didik, agar
supaya dengan daya nalarnya mereka dapat membuat keputusan secara tepat; (3)
pendidikan pada dasarnya berlangsung seumur hidup dan peserta didik harus
dibekali bagaimana cara belajar (learn
how to learn); (4) pendidikan harus diarahkan pada pembentukan watak yang
mulia, di samping penguasaan IPTEK agar manusia yang dihasilkan nanti adalah
manusia yang mampu mengendalikan teknologi bukan manusia yang dikendalikan oleh
teknologi; dan (5) karena perkembangan IPTEK sudah demikian cepatnya dan telah
merambat ke semua dimensi kehidupan, maka gerakan penguasaan IPTEK tidak cukup
hanya dalam lembaga pendidikan formal (persekolahan) tetapi juga harus melalui
pendidikan keluarga dan masyarakat secara seimbang dan simultan.
Dari uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa pengawas sekolah atau madrasah dapat mengembangkan sekolah
yang diawasi dengan menggunakan cara seperti informasi yang ditransmisikan
sejak dini kepada peserta didik, proses mental dan rasional lebih diutamakan
dalam pembelajaran, pendidikan yang diarahkan kepada pada wakta yang mulia,
penguasaan IPTEK tidak hanya pada lembaga pendidikan formal namun juga harus
melalui pendidikan keluarga serta masyarakat.
F.
Manusia
yang Dicita-citakan Indonesia Melalui Pengawas Pendidikan
Manusia Indonesia yang dikehendaki
adalah manusia Indonesia seutuhnya. Menurut Sonhadji (2012), manusia Indonesia
yang dicita-citakan adalah manusia yang memiliki keselaran, keserasian,
keseimbangan, kebulatan dan keutuhnya serta manusia yang maju tetapi tetap
berkepribadian Indonesia. Sehubungan dengan itu, beberapa pakar telah mencoba
merumuskan profil manusia Indonesia di masa depan secara rinci. Menurut Salim
(dalam Sonhadji: 2012) menemukenali tiga karakteristik manusia Indonesia masa
depan. Tiga karakteristik tersebut meliputi: (1) memiliki kepekaan yang tinggi,
berarti memiliki kemampuan yang tajam yaitu kemampuan berpikir maupun
kemudah-tersentuhan hati nurani, ketajaman melihat dan merasakan segala sesuatu
yang menyangkut kepentingan diri sendiri dan kepentingan orang lain,
kelestarian lingkungan untuk masa sekarang dan masa mendatang; (2) memiliki
kemandirian yang besar berarti memiliki kemampuan serta bertindak sesuai dengan
hakikat kebenaran dan yang diperlukan oleh masyarakat; dan (3) memiliki
tanggungjawab yang mantap berarti kesediaan untuk menerima segala akibat dari
keputusan dan tindakannya.
Dari uraian di atas dapat
dirumuskan bahwa melalui pengawas sekolah atau madrasah yang didukung dengan
substansi lain, manusia Indonesia masa depan yang dicita-citakan memiliki
ciri-ciri yaitu keseimbangan, kepekaan, kemandirian, tanggungjawab,
keterbukaan, demokratis, berorientasi ke masa depan atau berencana, tanggap
terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan berkepribadian
Indonesia.
BAB
III
PENUTUP
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Menurut Wiles & Bondi (dalam
Usman: 2009 terdapat delapan kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap
pengawas sekolah atau madrasah salah satunya adalah pengawas sekolah atau
madrasah sebagai manajemen perubahan. Pengawas sekolah atau madrasah dalam hal
melakukan penekanan kepada sekolah untuk berubah menjadikan siswa sebagai
manusia yang maju IPTEKS. Untuk mencapai manusia yang maju IPTEKS pengawas
sekolah atau madrasah dapat menggunakan cara seperti informasi yang
ditransmisikan sejak dini kepada peserta didik, proses mental dan rasional
lebih diutamakan dalam pembelajaran, pendidikan yang diarahkan kepada pada
wakta yang mulia, penguasaan IPTEK tidak hanya pada lembaga pendidikan formal
namun juga harus melalui pendidikan keluarga serta masyarakat.
Setelah pengawas yang efektif
melakukan tugasnya dengan merubah manusia (siswa) menjadi manusia yang maju
IPTEKS, hal yang selanjutnya adalah untuk menjadikan manusia yang
dicita-citakan Indonesia dengan dibantu oleh substansi lain pengawas sekolah
atau madrasah memiliki ciri-ciri yaitu keseimbangan, kepekaan, kemandirian,
tanggungjawab, keterbukaan, demokratis, berorientasi ke masa depan atau
berencana, tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan
berkepribadian Indonesia.
B.
Saran
Kepada pengawas sekolah atau
madrasah agar melaksanakan tugasnya dengan baik agar dapat menciptakan manusia
(siswa) yang maju mengenai IPTEKS dan manusia yang dicita-citakan Indonesia.
Kepada kepala sekolah agar dapat bekerjasama dengan pengawas sekolah atau
madrasah dan atau guru dalam melaksanakan tugasnya dengan inovasi terbaru.
DAFTAR
RUJUKAN
Fattah,
Nanang. 1996. Landasan Manajemen
Pendidikan. Bandung: Rosda Karya.
Sonhadji, Ahmad. 2012. Manusia, Teknologi, dan Pendidikan: Menuju
Peradaban Baru. Malang: UM Press.
Usman, Husaini. 2009. Manajemen (teori, praktik & riset
pendidikan Edisi 3). Jakarta: Bumi Aksara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar